A. JUDUL
PLASMOLISIS
B. TUJUAN
1) Menemkan fakta tentang gejala plasmolisis
2) Menunjukkan faktor penyebab plasmolisis
3) Mendeskripsikan peristiwa plasmolisis
4) Menunjukkan hubungan antara plasmolisis dengan status potensial osmotik antara cairan selnya dengan larutan di lingkungannya.
C. LATAR BELAKANG
Tumbuhan merupakan makhluk hidup multiseluler. Sel tumbuhan terdiri atas dinding sel, inti sel dan organel-organel yang ada di dalamnya. Selain itu pada sel tumbuhan terdapat sitoplasma yang dibungkus oleh membrane plasma yang merupakan membrane dwilapis yang mampu mengatur secara selektif aliran cairan dari lingkungan suatu sel ke dalam sel dan sebaliknya. Apabila suatu sel tumbuhan diletakkan di dalam suatu larutan yang konsenrasinya lebih tinggi daripada di dalam sel, maka air akan meninggalkan sel sehingga volume isi sel berkurang. Karena dinding sel bersifat permeable maka ruang antara membrane plasma dan dinding sel akan diisi larutan dari luar. Peristiwa ini berlangsung sampai konsentrasi di dalam dan diluar sel sama besar.
Akibat peristiwa tersebut, maka protoplasma yang kehilangan air akan menyusut volumenya dan akhirnya akan terlepas dari dinding sel. Peristiwa tersebut dinamakan dengan plasmolisis.Dalam proses osmosis terdapat beberapa komponen penting, yakni Potensial Air (PA), Potensial Osmotic (PO) dan Potensial Tekanan (PT).Untuk mengetahui nilai potensial osmotic cairan sel, salah satunya dapat digunakan dengan metode plasmolisis.Dari gambaran diatas maka untuk mengetahui berapa besar konsentrasi larutan sukrosa yang dapat menyebabkan 50% sel dari jumlah sel yang terplasmolisis.
Oleh karena itu, dilakukan percobaan secara eksperimental pada sel epidermis daun Rhoe discolor dengan perlakuan direndam kedalam larutan sukrosa dengan konsentrasi yang berbeda-beda dan mengkontrol waktu perendaman.
D. KAJIAN PUSTAKA
Peristiwa plasmolisis adalah peristiwa lepasnya membrane sel dari dinding sel sebagai dampak dari hipertonisnya larutan dari luar sel, sehingga cairan yang berada di dalam sel keluar dari sel dan akibatnya tekanan turgor sel menjadi nol. Efek selanjutnya yang ditimbulkan adalah karena potensial air dalam sel lebih tinggi dari luar sel, maka air di luar sel bergerak ke dalam dinding sel mendesak membran sel yang mengakibatkan membrane sel terlepas dari dinding sel. Larutan tersebut tidak dapat menembus membrane sel karena memiliki ukuran yang lebih besar dari molekul air. Pendapat ini sesuai dengan pernyataan Didik Indradewa dan Eka Tarwaca SP. (2009) yaitu pergerakan air terjadi dari potensial air lebih tinggi ke potensial yang lebih rendah, dari larutan dengan konsentrasi lebih rendah ke konsentrasi yang lebih tinggi, dan dari larutan yang lebih encer ke larutan yang lebih kental. Tanda-tanda yang terlihat pada sel yang mengalami plasmolisis ini adalah menghilangnya warna yang ada di dalam sel dan mengerutnya pimggiran membrane sel ke arah dalam.
Prinsip yang digunakan dalam peristiwa ini adalah karena terjadinya peristiwa osmosis sebagai akibat adanya perbedaan konsentrasi zat terlarut dalam medium air di banding zat terlarut yang ada di dalam protoplasma sel atau dapat diartikan sebagai dampak perbedaan potensial air antara dua tempat air yang dibatasi oleh membrane sel tersebut.
Kondisi sel yang terplasmolisis tersebut dapat dikembalikan ke kondisi semula. Proses pengembalian dari kondisi terplasmolisis ke kondisi semula ini dikenal dengan istila deplasmolisis. Prinsip kerja dari deplasmolisis ini hampir sama dengan plasmolisis. Tapi konsentrasi larutan medium dibuat hipotonis, sehingga yang terjadi adalah cairan yang memenuhi ruang antara dinding sel dengan membrane sel bergerak ke luar, sedangkan air yang berada di luar bergerak masuk ke dalam dan dapat menembus membrane sel karena membrane sel mengijinkan molekul-molekul air untuk masuk ke dalam. Masuknya molekul-molekul air tersebut mengakibatkan ruang sitoplasma terisi kembali dengan cairan sehingga membrane sel kembali terdesak kea rah luar sebagai akibat timbulnya tekanan turgor akibat gaya kohesi dan adhesi air yang masuk. Akhir dari peristiwa ini adalah sel kembali ke keadaan semula.
(Fiktor Ferdinand P. dan Moekti Ariwibowo, 2002 : 11).
Bertahan hidupnya sel tergantung pada keseimbangan penyerapan air dan pelepasan air. Pergerakan air melintasi membran sel dan keseimbangan air antara sel dan lingkungannya sangan penting bagi organisme.
Plasmolisis hanya terdapat pada kondisi ekstrem dan jarang terjadi di alam. Biasanya terjadi secara sengaja di laboratorium dengan meletakkan sel pada larutan bersalinitas atau larutan tinggi atau larutan gula untuk menyebabkan ekosmosism, seringkali menggunakan tanaman Elodea atau sel epidermal bawang yang memiliki pigmen warna sehingga proses dapat diamati dengan jelas.
Jika defisit tekanan difusi di dalam suatu sel lebih rendah daripada defisit tekanan difusi larutan yang ada di sekitar sel, maka air akan meninggalkan sel sampai defisit tekanan difusi di dalam dan di luar sel sama besar. Protoplas yang kehilangan air itu menyusut volumenya dan akhirnya dapat terlepas dari dinding sel. Peristiwa ini kita sebut plasmolisis. Sel yang mengalami plasmolisis biasanya dapat “disehatkan” lagi dengan memasukkan di dalam air murni. Sel di dalam keadaan plasmolisis mempunyai defisit tekanan difusi dan tekanan osmotik yang tinggi, sebaliknya tekanan turgor menjadi negative. (Dwidjoseputro, 1992 : 77)
Keseimbangan air pada Sel Tanpa Dinding
Jika suatu sel hewan dicelupkan ke dalam lingkungan yang isotonic terhadap sel tersebut, tidak aka nada selisih perpindahan air melintasi membrane tersebut. Air mengalir melintasi membrane, tetapi pada laju sama pada kedua arah. Dalam suatu lingkungan yang isotonic, volume sel hewan stabil. Jika sel trsebut dipindahkan ke dalam larutan yang hipertonik terhadap sel tersebut, sel ini akan kehilangan air yang berpindah ke lingkungannya, mengkerut, dan mungkin saja mati. Inilah satu alasan mengapa peningkatan salinitas (keasinan) danau dapat membunuh hewan di danau tersebut. Akan tetapi, sel hewan yang menyerap terlalu banyak air menghadapi bahaya yang sama seperti saat kehilangan air. Jika kira tempatkan sel tersebut dalam larutan yang hipotonik terhadap sel itu, air akna masuk lebih cepat daripada yang meninggalkannya, sel ini akan membengkak dan melisis (pecah) seperti balon yang terus ditiup sampai melewati batas.
Sel tanpa dinding kaku tidak dapat menerima penyerapan atau pelepasan air yang berlebihan. Masalah keseimbangan air ini secarea otomatis terselesaikan jika sel tersebut hidup dalam lingkungan yang isotonik. Air laut bersifat isotonic terhadap banyak invertebrata laut. Sel sebagian besar hewan terestid (hidup di darat) dilingkupi oleh fluida ekstra seluler yang isotonic terhadap sel tersebut. Hewan dan organisme lain yang tidak memiliki dinding sel kaku yang hidup dalam lingkungan hipertonik atau hipotonik harus memiliki adaptasi khusus untuk osmoregulasi yaitu control keseimbangan air.
Keseimbangan air pada sel berdinding
Sel tumbuhan prakariota, fungi, dan sejumlah protista memiliki dinding. Apabila sel seperti ini berada dalam lingkungan hipotonik-ketika direndam dalam air hujan, misalnya-dindingnya akan membantu mempertahankan keseimbangan air sel tersebut. Seperti sel hewan, sel tumbuhan akan membengkak ketika air masuk melalui osmosis. Akan tetapi, dindingnya yang lentur akan mengembang hanya sampai ukuran tertentu sebelum dinding ini mengerahkan tekanan balik pada sel yang melawan penyerapan air lebih lanjut.
Di lain pihak, dinding tidak mendapatkan keuntungan apapun jika selnya dicelupkan ke dalam lingkungan hipertonik. Dalam kasus ini, sel tumbuhan, seperti sel hewan, akan kehilangan air yang berpindah ke sekelilingnya dan akan mengkerut. Begitu sel ini berkerut, membrane plasmanya tertarik menjauhi dindingnya. Fenomena ini yang disebut plasmolisis, biasanya menyebabkan tumbuhan mati. Sel dinding bakteri dan fungi juga berplasmolisis dalam lingkungan hipertonik. (Neil A. Campbell, dkk. 2002 : 149-151)
Krenasi adalah kontraksi atau pembentukan nokta tidak normal di sekitar pinggir sel setelah dimasukkan ke dalam larutan hipertonik, karena kehilangan air melalui osmosis. Secara etimologi, krenasi berasal dari bahasa latin “crenatus”. Krenasi terjadi karena lingkungan hipertonik (sel memiliki larutan dengan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan larutan di sekitar luar sel). Osmosis (difusi air) menyebabkan pergerakan air ke luar sel, menyebabkan sitoplasma berkurang volumenya. Sebagai akibatnya, sel mengecil. Proses sama yang terjadi pada tumbuhan adalah plasmolisis di mana sel tumbuhan jug mengecil karena dimasukkan ke dalam larutan hipertonik. (David Burnie,2000 : 20)
Gambar.1
Peristiwa plasmolisis merupakan dampak dari peristiwa osmosis. Jika sel tumbuhan diletakkan di larutan garam terkonsentrasi (hipertonik), sel tumbuhan akan kehilangan air dan juga tekanan turgor, menyebabkan sel tumbuhan lemah. Tumbuhan dengan sel dalam kondisi seperti ini layu. Kehilangan air lebih banyak akan menyebabkan terjadinya plasmolisis. Tekanan terus berkurang sampai di suatu titik di mana protoplasma sel terkelupas dari dinding sel, menyebabkan adanya jarak antara dinding sel dan membrane. Akhirnya cytorrhysis-runtuhnya seluruh dinbding sel dapat terjadi. Tidak ada mekanisme di dalam tumbuhan untuk mencegah kehilangan air secara berlebihan, juga mendapatkan air secara berlebihan. Akan tetapi, plasmolisis dapat dibalikkan jika sel diletakkan di larutan (hipotonik). Proses sama pada sel hewan disebut krenasi. Cairan di dalam sel hewan keluar karena peristiwa difusi
(http : //id.wikipedia.org/wiki/plasmolisis)
Plasmolisis adalah peritiwa lepasnya plasmalemma atau membrane plasma dari dinding sel karena dehidrasi (sel kehilangan air). Peristiwa ini terjadi bila jaringan ditempatkan pada larutan yang hipertonis atau memiliki potensial osmotic lebih tinggi. Dalam keadaan tersebut, air sel akan terdorong untuk berdifusi keluar sel menembus membrane (osmosis). Salah satu fenomena akhibat dehidrasi sel adalah terjadinya plasmolisis. Dalam keadaan tertentu, sel masih mampu kembali ke keadaan semula bila jaringan dikembalikan ke air murni. Peristiwa ini dikenal sebagai gejala deplasmolisis.
Salah satu fenomena akibat dehidrasi sel adalah terjadinya plasmolisis. Dalam keadaan tertntu, sel masih mampu kembali ke keadaan semula bila jaringan dikembalikan ke air murni. Peristiwa ini dikenal sebagai gejala deplasmolisis. Bila jaringan ditempatkan pada larutan yang hipotonis sampai isotonis, maka sel-sel jaringan tidak akan mengalami plasmolisis. Berdasdarkan hal ini, maka metode plasmolisis dapat digunakan sebagai salah satu metode penaksiran nilai-nilai potensial osmotic jaringan. Sebagai penaksiran terdekat potensial osmotik jaringan ditaksire quivalen dengan potensial osmotik suatu larutan yang telah menimbulkan plasmolisis sebesar 50% yang disebut incipient plasmolysis. (Suyitno, dkk, 2010 : 21)
Di atas telah diuraikan bahwa sel tumbuhan dapat mengalami kehilangan air bila dimasukkan ke dalam larutan gula dengan nilai potensial air yang lebih rendah daripada nilainya di dalam sel. Jika kehilangan air itu cukup besar, maka ada kemungkinan bahwa volume isi sel akan menurun demikian besarnya sehingga tidak dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel. Artinya, membrane dan sitoplasma akan terlepas dari dinding sel. Keadaan ini dinamakan plasmolisis. Jika sel yang terplasmolisis dipindahkan dari larutan gula ke dalam air murni, sel akan kembali memperoleh bentuk dan turgornya semula karena air berbalik ke dalam protoplas, asalkan membrannya tidak rusak oleh plasmolis yang terlalu lama.
A : sel normal B : sel terplasmolis
Air menyebar keluar protoplas ke dalam larutan yang menyebabkan terjadinya plasmolisis (larutan gula.). Permeabilitas dinding sel terhadap larutan gula diperlihatkan oleh tampaknya sel-sel yang terplasmolisis. Jika ruang dinding di antara dinding dan protoplas diisi udara, maka di bawah mikroskop akan tampak tepi-tepi gelembung yang khas kebiru-biruan. Jika isinya itu air murni, maka sel itu tidak mengalami plasmolisis. Karena itu ruang tersebut harus terisi larutan dan dinding sel harus pula permeable terhadap gula.
Plasmolisis dapat mendemonstrasikan letak membrane protoplasma dan sifat permeable diferensialnya. Jika membrane juga permeable terhadap gula seperti terhadap air, maka gula akan masuk ke dalam sel dan menyamakan potensial osmotik dalam sel dengan di luar, sehingga air akan masuk lagi ke dalam sel. Jika untuk plasmolisis ini digunakan NaCl atau KNO3, bukan gula, secara perlahan-lahan absorpsi terjadi, dan sel akhirnya akan kembali segar lagi (mengandung cukup air). Jika sel dimatikan, membrane protoplasma rusak dan plasmolisis tidak akan terjadi. Plasmolisis sendiri akan mematikan sel jika trjadi sangat parah dan berlangsung lama. Prinsip ini dipergunakan untuk membunuh gulma dengan garam. Pemberian pupuk buatan(yang dapat larut) secara berlebih-lebihan sekitar tumbuhan akan mematikan akar tumbuhan karena plasmolisis. (Sutami Tjitrosomo. 1983 : 10-12)
E. ALAT DAN BAHAN
1) Mikroskop
2) Gelas benda dan penutup
3) Botol vial
4) Pipet tetes
5) Larutan sukrosa
6) Daun Rhoe discolor
7) Silet
F. LANGKAH KERJA
1) . Menyiapkan botol vial yang berisi larutan sukrosa 0,18 M dan 0,26 M masing-masing sebanyak 10 ml.
2) Membuat beberapa sayatan epidermis permukaan bawah daun Rhoe discolor (Jadam, Md)
3) Meletakkan sayatan pada gelas banda, dan menetesi sedikit air dan menutup dengan kaca penutupnya.
4) Mengamati di bawah mikroskop dengan perbesaran kecil kemudian perbesaran yang semakin besar.
5) Menghitung jumlah sel yang penuh dengan warna ungu (anthocian) yang terdapat dalam bidang pengamatan.
6) Memberikan tetesan larutan gula ke tepi gelas penutupnya, lalu mengamati dan mencatat kapan saja terjadi perubahan sel-sel beranthosian tadi terus menerus selama 2 menit.
7) Menghitung berapa sel yang mengalami pemudaran warna anthosian ungu, bahkan menjadi transparan (terplasmolisis).
8) Menuangkan data dalam tabel dan membuat grafik hubungan antara konsentrasi larutan sukrosa dengan plasmolisis yang terjadi.
G. TABEL PENGAMATAN
Perlakuan sukrosa Keadaan sel dalam satu bidang pandang
Waktu mulai terplasmolisis
Terplasmolisis
(%) Tak terplasmolisis (%)
0,14 M 84,62 15,38 12 detik
0,18 M 90,91 9,09 5 detik
0,22 M 77,78 22,22 9 detik
0,26 M 30,95 69,05 4 detik
Gambar kelompok 6
• Sukrosa 0,18 M
Sebelum plasnolisis Setelah plasmolisis
• Sukrosa 0,26 M
Sebelum plasmolisis Setelah plasmolisis
H. PEMBAHASAN
Percobaan yang memiliki judul Difusi Osmosis dengan sub judul Plasmolisis ini bertujuan untuk menemukan fakta tentang gejala plasmolisis, menunjukkan factor penyebab plasmolisis, mendeskripsikan peristiwa plasmolisis, serta menunjukkan hubungan antara plasmolisis dengan status potensial osmotic antara cairan selnya dengan larutan di lingkungannya. Berdasarkan literatur disebutkan bahwa plasmolisis adalah peristiwa lepasnya membran sel dari dinding sel sebagai dampak hipertonisnya larutan di luar sel, sehingga cairan yang berada di dalam sel keluar dari sel dan akibatnya tekanan turgor sel menjadi 0. Efek selanjutnya yang ditimbulkan adalah karena potensial air dalam sel lebih tinggi dari luar sel, maka air di luara sel bergerak ke dinding sel mendesak membran sel yang mengakibatkan membran sel terlepas dari dinding sel. (Fiktor Ferdinand P. dan Moekti Ariwibowo , 2002 : 11)
Objek percobaan kali ini adalah daun Rhoe discolor. Berdasarkan litelatur yang didapatkan, deskripsi dari daun Rhoe discolor adalah sebagai berikut :
Klasifikasi ilmiah
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Bangsa : Bromeliales
Suku : Bromeliaceae
Marga : Rhoeo
Nama umum/dagang : Nanas kerang
Nama daerah
Jawa : Nanas kerang (Jawa)
Deskripsi
Habitus : Semak, tinggi 40-60 cm.
Batang : Kasar, pendek, lurus, coklat.
Daun : Tunggal, lonjong,ujung runcing, pangkal memeluk batang,
tepi rata, panjang 25-30 cm, lebar 3-6 cm, permukaan atas
hijau, permukaan lainnya merah kecoklatan.
Bunga : Majemuk, bentuk mangkok, di ketiak daun, terbungkus,
kelopak seperti kerang, benang sari silindris, banyak, putih,
kepala putik kuning, mahkota bentuk segitiga, tiga lembar,
putih
Akar : Serabut, kecoklatan.
(http://googlebooks/nanas-kerang)
Pada percobaan ini, yang dipakai sebagai preparat adalah sayatan tipis epidermis daun Rhoe discolor bagian bawah. Dalam membuat preparat segar dari daun tersebut harus memperhatikan ketentuan dalam membuat preparat yang telah diajarkan sebelumnya. Sedangkan syarat objek dapat diamati di bawah mikroskop adalah tembus cahaya.
Setelah preparat segar selesai dibuat, kemudian diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran kecil kemudian perbesaran yang semakin besar. Pada pengamatan tersebut akan telihat sel-sel yang berwarna ungu yang terbentuk karena adanya pigmen warna anthocian pada daun Rhoe discolor tersebut. Setelah itu pada tepi gelas penutupnya ditetesi dengan larutan gula (sukrosa), diamati, dan dicatat kapan saja terjadi perubahan sel-sel beranthosian tadi terus-menerus selama 2 menit. Sukrosa ynag digunakan pada percobaan ini memiliki berbagai konsentrasi yaitu 0,14 M ; 0,18 M ; 0,22 M dan 0,26 M. Oleh karena terdapat 6 kelompok yang mengikuti percobaan ini maka dari ke-6 kelompok tersebut dibagi menjadi 2 yaitu, kelompok I, III, dan V menggunakan sukrosa dengan konsentrasi 0,14 M dan 0,22 M. Sedangkan kelompok II, IV, dan VI menggunakan sukrosa denagn konsentrasi 0,18 M dan 0,26 M. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah konsentrasi sukrosa yang digunakan berpengaruh terhadap lamanya sel berplasmolisis. Sel yang terplasmolisis ditunjukkan dengan adanya pemudaran warna antosian ungu atau bahkan menjadi transparan.
Sukrosa 0,14 M
Pada pengamatan ini, digunakan epidermis bawah daun Rhoe discolor yang memiliki pigmen warna ungu yang disebut pigmen antosian. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah proses pengamatan. Selain itu digunakan larutan sukrosa dengan konsentrsai 0,14 M larutan sukrosa tersebut yang berperan sebagai larutan hipertonis terhadap sel pada percobaan ini. Dalam membuat preparat segar, perlu memperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah dijelaskan sebelumnya, baik dalam menyayat preparat maupun saat meletakkannya pada gelas benda. Hasil sayatan dari preparattersebut harus tembus cahaya, karena hal tersebut merupakan syarat objek dapat diamati di bawah mikroskop.
Sebelum larutan sukrosa diteteskan pada daun Rhoe discolor yang diamati dibawah mikroskop, jumlah sel yang berwarna ungu adalah 52 buah. Selain sel-sel yang berwarna ungu maupun yang berwarna putih, juga ditemukan stomata sel. Sel-sel yang berwarna ungu pada sel terlihat lebih jelas dibandingkan kloroplas yang berwarna hijau. Hal ini terjadi karena pada saat normal pigmen antosianin berada vakuola tumbuhan yang cukup besar, sedangkan kloroplas cenderung tersebar mengambang pada sitoplasma. Kemudian, setelah sel berwarna ungu selesai dihitung lalu menetesinya dengan larutan sukrosa 0,14 M pada tepi gelas penutup. Setelah itu, mengamati perubahan yang terjadi selama 2 menit. Akan tetapi, setelah 12 detik sel yang berwarna ungu seolah menghilang karena pecah. Sehingga tinggal 8 sel yang berwarna ungu . Jadi sebanyak 84,6 % sel telah terplasmolisis dan sebanyak 15,4 % sel tak terplasmolisis.
Sel-sel yang berwarna ungu terlihat lebih sedikit dan kloroplas lebih jelas terlihat. Hal ini terjadi karena pada saat sel ditempatkan pada larutan yang hipertonis terhadapnya, maka air keluar dari vakuola sehingga membran sitoplasma akan mengerut begitu pula sitoplasma, dan secara otomatis juga ukuran vakuola. Sehingga pigmen antosianin dari dalam vakuola tidak terlalu jelas terlihat. Saat sitoplasma mengkerut , kloroplas yang tersebar di dalam sitoplasma akan merapat sehingga dapat terlihat jelas. Pernyataan ini sesuai dengan buku karangan Wildan Yatim yang berjudul Biologi Modern Biologi Sel.
Sukrosa 0,18 M
Pada percobaan plasmolisis yang dilakukan oleh kelompok 6 adalah menggunakan larutan sukrosa 0,18 M. Di dalam pengamatan dan percobaan ini yang menjadi objek pengamatan adalah epidermis bawah daun Rhoe discolor. Pada epidermis bawah daun Rhoe discolor ini di buat preparat dahulu sebelum melakukan pengamatan pada mikroskop dengan perbesaran 10X10. Dalam pengamatan ini diperoleh data bahwa sel-sel yang penuh dengan warna ungu (anthocian) berjumlah 11 sel dari 98 sel yang terlihat di mikroskop dengan perbesaran 10X10. Hal ini berarti ada 87 sel berwarna putih. Kemudian setelah sel terhitung jumlahnya, disekitar cover glass memberinya beberapa tetes larutan sukrosa (gula) dengan konsentrasi 0,18 M dan mengamati perubahanya. Dalam hal ini perubahan yang terjadi pada sel tersebut langsung terjadi pada detik ke 5.
Selama pengamatan tersebut pada 10 sel yang beranthocian mengalami peubahan warna yaitu memudarnya warna ungu bahkan sampai hilang yang dilakukan selama 2 menit pengamatan secara terus-menerus, sehingga apabila di hitung dalam bentuk presentase menghasilkan 90,9% dari jumlah seluruh sel yang beranthocian. Oleh karena itu masih ada 1 sel yang belum mengalami perubahan warna selama 2 menit waktu pengamatan tersebut, dan apabila di hitung dalam bentuk presentase menghasilkan angka 9,09 % dari jumlah seluruh sel yang beranthocian. Adanya perubahan warna ini di karenakan adanya peristiwa plasmolisis. Peristiwa ini ditunjukkan karena adanya perubahan atau menghilangnya warna yang ada di dalam sel tersebut. Sesuai dengan buku karangan Didik Indradewa dan Eka Tarwaca S P.
Peristiwa plasmolisis ini terjadi karena adanya pebedaan konsentrasi larutan antara sel dan larutan yang ada di luar. Dalam percobaan ini konsentrasi larutan gula adalah 0,18 M, sel tumbuhan akan kehilangan air dan juga tekanan turgor, yang menyebabkan sel tumbuhan lemah. Dan dalam keadaan seperti ini menyebabkan layu, karena pada tumbuhan tidak ada mekanisme di dalam sel tumbuhan untuk mencegah kehilangan air secara berlebihan. Hal ini sesuai pada http:// id.wikipedia. org/plasmolisis, yang diakses 5 April 2010.
Peristiwa plasmolisis terjadi akibat larutan hipertonis diluar sel yang mengakibatkan cairan yang berada di dalam sel keluar dari sel, sehinga tekanan turgor sel menjadi 0.efek selanjutnya yang di timbulkan adalah karena potensial air dalam sel lebih tinggi dari luar sel, maka air diluar sel bergerak kedalam dinding sel mendesak membran sel yang mngakibatkan membran sel terlepas dari dinding sel. Laruan tersebut tidak dapat menembus membran sel karena memiliki ukuran yang lebh besar dari molekul air. Sehingga dalam hal ini dapat di jelaskan bahwa pergerakan air terjadi dari potensial air tinggi ke potensial air lebih rendah, dari larutan yang konsentrasi lebih rendah ke konsentrasi lebih tinggi, dan dari larutan encer ke larutan lebih kental. (Didit Indradewa dan Eka Tarwaca S P, 2009 : _).
Dalam plasmolisis prinsip-prinsip yang digunakan adalah karena terjadinya peristiwa osmosis sebaai akibat adanya perbedaan konsentrasi zat terlarut dalam air medium dibanding zat terlarut yang ada di dalam protoplasma sel atau dapat di artikan sebagai dampak perbedaan potensial air antara dua tempat air yang di batasi leh membran sel tersebut.
Tetapi apabila sel tumbuhan ini diletakkan pada larutan yang sama konsentrasinya maka tidak akan mengalami plasmolisis.(Suyitno, dkk, 2010: 21). Peristiwa plasmolisis yang terjadi pada jaringan jua dapat dikembalikan pada posisi semula dengan meletakkan sel atau jaringan tersebut pada larutan yang hipotonis, sehingga yang terjadi adalah cairan memenuhi ruang antara dinding sel dengan membran sel bargerak ke luar, sedangkan air yang berada diluar bergerak masuk ke dalam dan dapat menembus membran sel karena membran sel mengizinkan molekul-molekul air untuk masuk kedalam. Masuknya molekul-molekul air tersebut mengakibatkan ruang sitoplasma terisi kembali dengan cairan sehingga membran sel kembali terdesak kearah luar sebagai akibat timbulnya tekanan turgor akibat gaya kohesi dan adesi air yang masuk. Akhirnya sel kembali ke keadaan semula. (Fiktor Ferdinand P dan Moekti Ariwibwo, 2002: 11 ).
Dalam pecobaan ini dapat di simpulkan bahwa plasmolisis merupakan lepasnya membran sel dari dinding sel akibat dari hipertonisnya larutan di luar sel yang mengkibatkan kehilangan air (dehidrasi).
Sukrosa 0,22 M
Percobaan ini dilakukan dengan membuat sayatan epidermis bawah daun Rhoe discolor, dan meletakkan sayatan tersebut pada gelas benda, menetesi dengan sedikit air, kemudian menutupnya dengan kaca penutup. Preparat epidermis bawah daun Rhoe discolor tersebut kemudian diletakkan di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 hingga preparat tampak jelas dari lensa pengamat. Kegiatan selanjutnya yaitu menghitung jumlah sel yang penuh dengan warna ungu (anthocian) yang terdapat dalam bidang pengamatan. Setelah terhitung, selanjutnya memberikan tetesan larutan gula 0,22 M ke tepi gelas penutupnya, lalu mengamati dan mencatat perubahan yang terjadi selama 2 menit, dan menghitung kembali jumlah sel beranthocian yang mengalami pemudaran warna ungu, atau bahkan menjadi transparan(terplasmolisis).
Percobaan ini menghasilkan data jumlah sel yang mengalami plasmolisis pada larutan gula 0,22 M yaitu sebanyak 28 sel dan tidak terplasmolisis sebanyak 36 sel. Sehingga jika dilakukan perhitungan, dapat diketahui persentase sel yang terplasmolisis maupun tidak,yaitu sebagai berikut:
Sel terplasmolisis : 28/30 x 100% = 77,78%
Sel tidak terplasmolisis: 8/36 x 100% = 22,22%
Waktu mulai terjadi plasmolisis tercatat lebih dari 9 menit. Berdasarkan tabel Potensial Osmotik beberapa Molaritas Larutan Sukrosa pada suhu 20oC menurut A. Ursprug dan G. Blum yang ada pada Diktat Petunjuk Praktikum Biologi Dasar II untuk Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNY, dapat diketahui bahwa nilai taksiran terdekat besarnya potensial osmotik jaringan didasarkan pada larutan perendam yang telah mengakibatkan keadaan “Inciepient plasmolysis” sel epidermis bawah daun Rhoe discolor yaitu sebesar -5,60 Atm.
Ada suatu bentuk hubungan yang terjadi antara besar potensial osmotic (PO) sel terhadap molaritas atau konsentrasi larutan sukrosa disekitar sel, yaitu semakin tinggi molaritas larutan sukrosa, maka semakin rendah besar potensial osmotik sel tersebut. Hal ini menyebabkan semakin cepat proses terjadinya plasmolisis. Bila tekanan osmotik larutan diluar sel sama dengan tekanan osmotik cairan sel (isotonik) maka tidak akan terjadi peristiwa plasmolisis.
Plasmolisis terjadi karena larutan diluar sel memiliki konsentrasi yang lebih tinggi daripada konsentrasi cairan sel. Besarnya konsentrasi mempengaruhi besarnya tekanan osmotic larutan berdasarkan persamaan:
π=MRT
dengan
π = Tekanan osmotic (Atm)
M = Molaritas (M)
R = Tetapan Reisenberg (0,082)
T =Suhu mutlak(K)
Sehingga, dari persamaan ini dapat diperoleh pula hubungan bahwa plasmolisis terjadi bila tekanan osmotik di luar sel lebih tinggi daripada tekanan osmotik cairan sel. Jika sel tumbuhan diletakkan di larutan gula terkonsentrasi (hipertonik), sel tumbuhan akan kehilangan air dan juga tekanan turgor, menyebabkan sel tumbuhan lemah. Tumbuhan dengan sel dalam kondisi seperti ini layu. Kehilangan air lebih banyak akan menyebabkan terjadinya peristiwa plasmolisis: tekanan terus berkurang sampai di suatu titik di mana protoplasma sel terkelupas dari dinding sel, menyebabkan adanya jarak antara dinding sel dan membran. Akhirnya cytorrhysis - runtuhnya seluruh dinding sel - dapat terjadi. Tidak ada mekanisme di dalam sel tumbuhan untuk mencegah kehilangan air secara berlebihan, juga mendapatkan air secara berlebihan, tetapi plasmolisis dapat dibalikkan jika sel diletakkan di larutan hipotonik.
Peristiwa terjadinya peluruhan dinding sel tersebut dinamakan plasmolisis sempurna, sedangkan gejala awal dari plasmolisis (mulai memudarnya warna ungu pada epidermis bawah daun Rhoe discolor) dinamakan Incipient plasmolysis. Ketika sitoplasma mulai terdorong keluar dari dinding sel, itulah saat dimana incipient plasmolisis terjadi.
Meskipun tidak ada mekanisme di dalam sel tumbuhan untuk mencegah kehilangan air secara berlebihan ataupun mendapatkan air secara berlebihan, tetapi tumbuhan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap habitatnya, seperti yang dilakukan oleh tanaman xerofit maupun halofit. Kondisi potensial osmotik jaringan tumbuhan xerofit atau halofit lebih tinggi dibandingkan kondisi potensial osmotik jaringan tumbuhan air tawar. Selain itu, tumbuhan xerofit memiliki adaptasi pada struktur morfologinya dengan menggunakan lapisan lilin yang tidak tembus air, sehingga sangat membantu bila terjadi keadaan ekstrem. Tumbuhan halofit juga melakukan beragam respon untuk kondisi salinitas tinggi seperti mengendalikan konsentrasi NaCl internal, sehingga mampu bertahan pada lingkungan larutan bersalinitas tinggi.
Sukrosa 0,26 M
Pada pengamatan ini, digunakan epidermis bawah daun Rhoe discolor yang memiliki pigmen warna ungu. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah proses pengamatan. Selain itu digunakan larutan sukrosa 0,26 M yang berperan sebagai larutan hipertonis terhadap sel.
Sebelum larutan sukrosa diteteskan pada daun Rhoe discolor yang diamati dibawah mikroskop, jumlah sel yang berwarna ungu adalah 42 buah. Sel-sel yang berwarna ungu ini terlihat lebih jelas dibandingkan kloroplas yang berwarna hijau. Hal ini terjadi karena pada saat normal pigmen antosianin berada vakuola tumbuhan yang cukup besar, sedangkan kloroplas cenderung tersebar mengambang pada sitoplasma. Kemudian, setelah sel berwarna ungu selesai dihitung lalu menetesinya dengan larutan sukrosa 0,26 M pada tepi gelas penutup. Setelah itu, mengamati perubahan yang terjadi selama 2 menit. Akan tetapai, setelah 4 detik sel yang berwarna ungu seolah menghilang karena pecah. Sehingga tinggal 13 sel yang berwarna ungu . jadi sebanyak 30,95 % sel telah terplasmolisis dan sebanyak 69,05 % sel tak terplasmolisis.
Sel-sel yang berwarna ungu terlihat lebih sedikit dan kloroplas lebih jelas terlihat. Hal ini terjadi karena pada saat sel ditempatkan pada larutan yang hipertonis terhadapnya, maka air keluar dari vakuola sehingga membrane sitoplasma akan mengerut begitu pula sitoplasma, dan secara otomatis juga ukuran vakuola. Sehingga pigmen antosianin dari dalam vakuolatidak terlalu jelas terlihat. Saat sitoplasma mengkerut , kloroplas yang tersebar di dalam sitoplasma akan merapat sehingga dapat terlihat jelas. Pernyataan ini sesuai dengan buku karangan Wildan Yatim yang berjudul Biologi Modern Biologi Sel.
Dari seluruh variable bebas yaitu berbagai konsentrasi larutan sukrosa (0,14M ;0,18M ; 0,22M dan 0,26M), variable kontrol waktu, dan variable terikat adalah banyaknya sel yang terplasmolisis, maka diperoleh persen sel yang terplasmolisis ataupun yang tidak terplasmolisis. Selanjutnya dapat dibuat grafik hubungan antara konsentrasi larutan sukrosa dengan sel yang terplasmolisis sebagai berikut:
Dari grafik diatas terlihat bahwa semakin besar konsentrasi larutan sukrosa, sel yang terplasmolisis lebih sedikit. Hal ini tidak sesuai dengan teori dalam buku BIOLOGI Edisi Kelima karangan Kimball John W bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan (zat peredam) yang diberikan akan semakin banyak sel yang terplasmolisis. Hal ini terjadi karena perbedaan konsentrasi zat semakin besar, mengakibatkan air semakin cepat berpindah dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Waktu mulai terplasmolisis juga akan lebih cepat terlihat pada konsentrasi larutan sukrosa yanga lebih tinggi. Pada percobaan ini larutan sukrosa 0,26M memiliki waktu mulai plasmolisis tercepat yaitu setelah 4 detik.
Dari hasil persentase sel yamg terplasmolisis yang mendekati 50 % adalah ketika sukrosa yang digunakan 0,26 M yaitu sebesar 30,95 %. Hal ini berarti bahwa Inscipient Plasmolisis terjadi saat konsentrasi sukrosa yang diberikan sebesar 0,26 M.
I. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data kelas maka dapt disimpulkan bahwa:
1) Peristiwa plasmolisis adalah peristiwa lepasnya membrane sel dari dinding sel sebagai dampak dari hipertonisnya larutan dari luar sel, sehingga cairan yang berada di dalam sel keluar dari sel dan akibatnya tekanan turgor sel menjadi nol.
2) Inciepient plasmolysis adalah suatu keadaan dimana setengah sel dari seluruh jumlah sel menunjukkan tanda-tanda plasmolisis.
3) Sel tumbuhan yang dimasukan dalam larutan sukrosa akan mengalami plasmolisis, dan semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis.
4) Inciepient plasmolysis (IP) pada percobaan ini terjadi pada konsentrasi 0,26 M.
J. DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Budiman. 2008. Bimbingan Pemantapan Kimia. Bandung: Yrama Widia
Burnie, David. 2000. Jendela IPTEK Seri II. Jakarta: Balai Pustaka.
Dwidjoseputro. 1962. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Ferdinand, Fiktor P dkk. 2002. Praktis Belajar Biologi. Jakarta: PT. Grafindo Media Pratama.
Neil A. Campbell, Neil A dkk. 2002. Biologi Jilid I Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Suyitno, dkk. 2010. Petunjuk Praktikum biologi Dasar II. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Tjitrosomo, Sutarmi. 1983. Botani Umum II. Bandung: Angkasa.
Yatim, Wildan. 1996. Biologi Modern Biologi Sel. Bandung: Tarsito.
http : //id.wikipedia.org/wiki/plasmolisis. Diakses pada tanggal 5 April 2010.
http://www-saps.plantsci.cam.ac.uk/records/rec381.htm. Diakses pada tanggal 6 April 2010.
http://www.ecoton.or.id/tulisanlengkap.php?id=1339. Diakses pada tanggal 10 April 2010.
mbak, mohon sarannya...
BalasHapussaya punya tanaman dr keluarga Sativa,
umurnya baru enam hari sejak dipindahkan media...
tanaman saya layu 1 jam setelah tersiram larutan garam, masih ada harapan tanaman ini buat hidup ga mbak?? trus harus diberi perawatan ky gimana???